Oleh: Moh. Rasyad, M.Pd.I
Idealnya pembelajaran tatap muka di sebuah lemabaga pendidikan ada pemisahan ruang antara putra dan putri. hal ini dimaksudnya agar tidak terjadi ikhtilath (campur baur) antara laki-laki dan perempuan yang banyak berekses negatif.
SMA Darussyahid dari dulu punya idealisme yang sama. namun kendala selalu ada. Misalnya ketidakseimbangan jumlah pendaftar di SMA Darussyahid antara siswa dan siswi. Setiap tahun jumlah pendaftar siswa lebih banyak dibandingkan dengan putri. hal ini wajar karena putra wajib tinggal di pondok sementara putri tidak. kendala lainnya, adalah penjurusan dan peminatan di kelas 10. yang ketiga penambahan cost atau biaya sarana dan prasaranan termasuk infrastruktur, pemberian honorarium, ATK dan dan operasional sekolah lainnya.
Pada tahun pelajaran 2020/2021 pelaksanaan pembelajaran formal putra putri terpaksa dilakukan secara terpisah untuk memutus mata rantai penyebaran covid 19 yang semakin hari terus mengalami penambahan. Hal ini dilakukan atas arahan dari Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Wilayah Kabupaten Sampang mengingat klaster Putra mukim murni di pesantren, sementara putri ada dualisme mukim dan kalong.
Namun penerapan ini dirasa jauh dari maksimal dan harapan, karena porsi pembelajaran di putri yang semestinya menjadi satu kesatuan dengan putra tidak bisa 100% dilaksanakan mengingat Guru pengajar full jam tatap muka setiap minggunya walaupun sehari hanya maksimal 4 JTM.
Itulah kondisi yang dimaksud ideal tapi belum bisa deal.
Recent Comments